SIARAN PERS FESTIVAL MBOK SRI #7
28–29 SEPTEMBER 2024 DELANGGU, KLATEN, JAWA TENGAH Diterbitkan oleh Sanggar Rojolele tanggal 26 September 2024 Untuk disebarkan segera.
MANDIRI SAYEKTI MURAKABI: PETANI MANDIRI MENGHIDUPI Digagas oleh Sanggar Rojolele sejak 2017 sebagai perayaan tahunan budaya tani di Desa Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Festival Mbok Sri (FMS)–dahulu Festival Mbok Sri Mulih–adalah kendaraan besar Sanggar Rojolele untuk mengangkat isu-isu pertanian di Delanggu. “Mandiri Sayekti Murakabi”–mantra yang dipilih untuk penyelenggaraan FMS #7 tahun ini–diambil dari bahasa Jawa keseharian yang artinya “mandiri menghidupi”. Pemilihannya sebagai tema bisa dibaca sebagai harapan menuju bentuk ideal ketahanan pangan nasional. Visi yang berusaha dicapai oleh Pemerintah lewat program food estate nasional ini sekaligus mempertontonkan sebuah paradoks: berfokus pada produktivitas semata tanpa menyentuh katalisator utamanya, yaitu kedaulatan dan kemandirian petani. Pada praktiknya di lapangan, petani harus berusaha sendirian. Pertama, untuk memenuhi pasokan pangan nasional. Kedua, untuk memenuhi kebutuhan perutnya sendiri. Tanpa dukungan kebijakan yang secara signifikan dapat membantu petani untuk memenuhi tugas-tugasnya sebagai tiang utama ketahanan pangan nasional. Di Delanggu, absennya keberpihakan ini dapat dilihat dari data demografis Desa Delanggu tahun 2021 yang menunjukkan bahwa dari sekitar 6.000 jiwa penduduk Desa Delanggu, hanya 60 orang yang masih berprofesi sebagai petani, hanya 7 orang di antaranya yang berusia kurang dari 40 tahun. “Di Delanggu, persoalan akar rumput ini sangat terasa. Persoalan pertanian ini sangat besar dan tidak bisa dihadapi sendiri-sendiri. Petani harus berorganisasi untuk memperjuangkan kedaulatannya dengan menciptakan akses pendidikan dan teknologi, penguatan kelembagaan, diversifikasi usaha, dan akses untuk ikut menentukan kebijakan, menggandeng semua pihak termasuk otoritas lokal, akademisi, dan swasta,” ujar Eksan Hartanto, Pendiri Sanggar Rojolele sekaligus Direktur Festival Mbok Sri. Untuk membersamai FMS–sebagai puncak exercise praktik organisasi petani Delanggu–yang diselenggarakan setahun sekali, tahun ini Sanggar Rojolele, bermitra dengan Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS)–lewat Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa)–dan didukung oleh Pemerintah Desa Delanggu, menginisiasi sebuah strategi penguatan budaya agraris Delanggu dalam bentuk living museum bernama Omah Rojolele. Ke depannya, Omah Rojolele akan menjadi wahana pelestarian budaya pertanian Delanggu lewat program wisata edukasi sepanjang tahun yang juga diharapkan dapat menyokong perekonomian masyarakat lokal dan desa-desa sekitarnya. “Desa merupakan akar identitas budaya Indonesia sehingga paradigma pembangunan kebudayaan harus dimulai dari unit kebudayaan terkecil ini. Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan, yaitu melalui desa budaya yang bertujuan untuk mewujudkan inisiatif pemajuan kebudayaan melalui pemberdayaan masyarakat desa. Omah Rojolele kami hadirkan ke sini dalam konteks pemberdayaan ini. Selain itu, kolaborasi kampus dengan petani Delanggu melalui PPK Ormawa ini menjadi wahana bagi kami, pihak kampus beserta mahasiswa, untuk mewujudkan pilar-pilar Tri Dharma secara nyata,” jelas Muhammad Rustamadji, Dekan Fakultas Hukum UNS sekaligus dosen pembimbing PPK Ormawa KSP Principium FH UNS di Desa Delanggu. Penginisiasian Omah Rojolele ini juga sejalan dengan penunjukkan Desa Delanggu sebagai pilot project Desa Ramah Budaya pada tahun 2021 lalu. “Sejak dulu, Delanggu ini sudah kuat identitas pertaniannya lewat beras Rojolele. Sanggar Rojolele kemudian sejak 2017 secara konsisten menggelar Festival Mbok Sri untuk mengklaim dan merayakan identitas itu sehingga Desa Delanggu dipercaya menjadi rintisan Desa Ramah Budaya di Klaten. Pemerintah Desa Delanggu selalu mendukung upaya-upaya ini, termasuk terlibat dalam pembangunan program Omah Rojolele. Jadi, label Desa Ramah Budaya bukan sekadar slogan atau Perdes saja,” terang Purwanto selaku Kepala Desa Delanggu. Semangat Mandiri Sayekti Murakabi juga dapat dilihat dari prinsip penyelenggaraan Festival Mbok Sri, yaitu guyub dan gotong royong, melibatkan sepenuhnya masyarakat pertanian Desa Delanggu, mulai dari persiapan, keuangan, logistik, pengonsepan acara hingga pelaksanaan festival, bekerja sama dengan para pemangku kebijakan dan mitra-mitra festival. Untuk edisi ke-7 tahun ini, selain peresmian Omah Rojolele, Festival Mbok Sri juga mempersembahkan Kirab Budaya dan Upacara Wiwitan, Petani Delanggu Bersholawat, pertunjukan Wayang Kulit siang dan malam, Sosialisasi Pilkada serentak tahun 2024 oleh KPU Kab. Klaten serta pertunjukan Seni Jantur , Gejog Lesung dan Sendratari Anak-Anak. — Tentang Sanggar Rojolele Pada tahun 2016, bersama beberapa pemuda Desa Delanggu di Dukuh Kaibon, Eksan Hartanto mendirikan Sanggar Rojolele, sanggar yang namanya mereka harapkan mampu menggugah nostalgia para petani akan kejayaan Delanggu di masa lampau, sebagai penghasil beras kualitas premium Rojolele. Diawali dengan ekspresi kebudayaan untuk anak anak di desa, Sanggar Rojolele kini berkembang menjadi ruang belajar, diskusi, dan pergerakan masyarakat Delanggu, untuk membahas persoalan seputar pertanian, sebagai hajat utama mereka. Misi Sanggar Rojolele adalah menciptakan kelompok tani yang berdaulat melalui pembentukan koperasi, mengusulkan dan mengawal regulasi pertanian desa, serta membuat inovasi-inovasi pertanian. Program rutin Sanggar Rojolele adalah Jagongan Tani bulanan dan Festival Mbok Sri (dulu Festival Mbok Sri Mulih) yang diselenggarakan setiap tahun sejak 2017, sebagai perayaan budaya tani yang melibatkan masyarakat petani Delanggu. KONTAK NARAHUBUNG:
|